CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 02 Desember 2013

-Proposal Inovasi Kelompok Kamiii-



“ROMBENG” (ROMBONG DONGENG) : Metode Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Sekolah Usia 3,5-6 Tahun






RINGKASAN
Pendidikan sering diartikan sebagian besar masyarakat sebagai proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang dilakukan oleh anak usia sekolah didalam lingkup persekolahan itu sendiri. Padahal pada kenyataannya, seseorang menghabiskan waktu disekolah tidak lebih lama daripada geliat kegiatan yang lebih banyak menghabiskan waktu diluar sistem persekolahan.
Keberadaan perpustakaan sebagai sarana meningkatkan minat baca anak usia 3 hingga 6 tahun dirasa sangat penting, akan tetapi keberadaan perpustakaan seringkali tidak menjangkau berbagai daerah yang dirasa kurang strategis. Adanya perpustakaan keliling menggunakan tenaga kendaraan bermotor akan sangat membantu dorongan meningkatkan minat baca. Hal tersebut tidak mungkin berdiri sendiri, mesti ada hal lain yang mampu menarik dan mendukung agar peminat perpustakaan keliling menjadi makin banyak yaitu dengan metode dongeng oleh fasilitator perpustakaan dan juga antar sasaran agar persepsi bahwa membawa adalah satu hal yang membosankan dapat terhapus dan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun dapat meningkat.

Kata Kunci: Dongeng, kereta kelinci,minat baca


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pendidikan sering diartikan sebagian besar masyarakat sebagai proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang dilakukan oleh anak usia sekolah didalam lingkup persekolahan itu sendiri. Padahal pada kenyataannya, seseorang menghabiskan waktu disekolah tidak lebih lama daripada geliat kegiatan yang lebih banyak menghabiskan waktu diluar sistem persekolahan. Dari sinilah mestinya terjadi perubahan paradigma mengenai arti pendidikan sesungguhnya, dimana pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan potensi peserta didik yang tidak hanya berlangsung di dalam sistem persekolahan tapi juga didalam lingkup keluarga dan juga masyarakat yang sering diistilahkan sebagai informal dan non formal.
Coombs (1973) membedakan pengertian tiga jenis pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya kegiatan studi yang berorientasi akademis umum, program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam jangka waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari- hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.
Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yanglebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya.[1]
Dari penggolongan yang telah disebutkan oleh Coombs, terlihat jelas bahwa pendidikan formal cenderung baku dan kaku, berorientasi pada akademis umum yang kadang tidak bersesuaian dengan apa yang ada di masa kini dan tentunya dibatasi pula oleh usia karena proses penjenjangan yang baku. Sedangkan pendidikan informal dan non formal cenderung fleksibel, tidak dibatasi usia atau penjenjangan tertentu, bisa dilaksanakan sepanjang hayat atau seumur hidup, ilmu yang didapat pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan dapat dilaksanakan dimana saja dan juga kapan saja. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya proses pendidikan dapat pula ditekankan dalam pendidikan informal dan non formal karena sesungguhnya sesorang memang hanya menghabiskan tidak banyak waktu di dalam lingkup pendidikan formal.
Di sebutkan lagi oleh Coombs bahwa pendidikan informal salah satunya melalui media perpustakaan. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak semua masyarakat mampu mengakses perpustakaan. Hal ini dikarenakan, biasanya pengadaan perpustakaan baik oleh negara maupun oleh swasta biasanya hanya berada di pusat keramaian kota. Tidak meratanya akses perpustakaan ini lah yang menjadi salah satu faktor tidak meratanya minat baca pada anak khususnya yang berusia antara 3,5 hingga 6 tahun. Mestinya ada suatu program khusus yang mampu menyediakan fasilitas setara perpustakaan yang juga menjangkau berbagai wilayah yang kurang strategis atau jauh dari pusat keramaian. Untuk mewujudkan ide tersebut, kendaraan bermotor  yang di lengkapi sebuah bak berisi berbagai macam buku dirasa sangat pas dalam penerapannya. Paket kendaraan bermotor yang di lengkapi bak berisi buku ini tidak berdiri sendiri. Agar menarik minat sasaran, paket tersebut akan di lengkapi dengan metode dongeng. Metode dongeng tidak hanya di lakukan oleh fasilitator akan tetapijuga oleh sasaran itu sendiri terhadap sesama sasaran atau dongeng sebaya.
1.2              Manfaat
1      Memberi wadah pada tenaga penggerak yang memiliki kesadaran sosial tinggi kaitannya dengan peningkatan minat baca.
2      Meningkatnya kesadaran masyarakat atas pentingnya meningkatkan minat baca.
3      Meningkatkan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun.


BAB II
PEMBAHASAN
2.2       Spesifikasi
Rombeng (Rombong Dongeng) ini menggunakan kereta kelinci dan di dalam kereta menyediakan beragam buku cerita atau dongeng bagi anak-anak
            Pembiayaan:
No
Jenis Pengeluaran 
Biaya (Rp)
1.
Pembelian 1 unit kereta kelinci
Rp. 10.000.000
2.
Peralatan penunjang pendongeng (Boneka model, kotak setting sandiwara boneka)
Rp.      500.000
3.
Administrasi, publikasi, seminar, laporan.

Rp.   1.000.000

Total Biaya
Rp. 11.500.000

2.3       Cara Kerja
a.    Metode Pelaksanaan
1.    Sosialisasi terhadap perangkat desa dan masyarakat.
Sosialisasi dan mengurus perijinan adanya program terhadap perangkat desa. Kemudian sosialisasi program terhadap masyarakat melalui lembaga pendidikan, organisasi sosial dan keagamaan yaitu: Karang Taruna, PKK, Pengajian, TPQ, Taman Kanak- Kanak.
2.    Bekerja sama dengan organisasi Penyala Indonesia.
Merupakan cabang dari gerakan Indonesia Mengajar yang bergerak dalam bidang pengumpulan buku sekaligus pendistribusian buku- buku tersebut ke berbagaitempat yang memang di bidik dan di anggap membutuhkan. Kerjasama disini, di pergunakan agar program dapat berjalan lebih mudah dengan mendapat sokongan dari pendistribusi buku yang telah terpercaya.
3.    Bekerja sama dengan lembaga pendidikan, organisasi sosial maupun keagamaan masyarakat setempat.
Bekerja sama dengan Karang Taruna, PKK, Pengajian, TPQ, Taman Kanak- Kanak yang ada dalam lingkungan masyarakat setempat kaitannya dengan sosialisasi juga pengimpunan tenaga dan juga penghimpunan bahan- bahan yang di butuhkan dalam program.       

2.4       Kelebihan dan Kelebihan
            a. Kelebihan
·           Lebih menarik karena menggunakan media yang di sukai anak-anak yaitu kereta kelinci dan alat bantu dongeng seperti boneka tangan, buku dongeng/cerita bergambar dan boneka jari.
            b. Kelemahan
·           Pembiayaan lebih besar
·           Membutuhkan bahan bakar kendaraan, jika sewaktu-waktu bahan bakar kereta kelinci habis maka ROMBENG tidak dapat menjangkau sasaran.

·            

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adanya inovasi pembelajaran “ROMBENG” Rombong Dongeng sangat bermanfaat.. Luaran yang diharapkan dari pelaksanaan program ini adalah adanya kesadaran masyarakat terhadap perubahan sosial dan pentingnya ilmu pengetahuan kaitannya dalam peningkatan minat baca anak usia 3,5 hingga 6 tahun. Kemudian, terjadi peningkatan minat baca untuk anak usia 3,5 hingga 6 tahun.

LAMPIRAN


[1] Sudjana, Pendidikan Nonformal, Bandung Widya Padjajaran 2010, hlm 22







 

'METODE QIROATI' INOVASI PEMBELAJARAN ALQURAN

Metode Qiroati






Pencipta dan penemu metode qiroati
Metode ini disusun oleh H. Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi, semarang. Terbitan pertama pada tanggal 1 Juli 1986 sebanyak 8 jilid. Setelah dilakukan revisi dan ditambah materi yang cocok. Dalam praktek pengajaran, materi qiroati ini dibeda-bedakan, khusus untuk anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun) dan untuk remaja dan orang dewasa. Metode qiraati adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dalam pengajarannya metode qiroati, guru tidak perlu memberi tuntunan membaca, namun langsung saja dengan bacaan pendek. Adapun tujuan pembelajaran qira’ati ini adalah sebagai berikut:
1.     Menjaga kesucian dan kemurnian Al-Qur’an dari segi bacaan yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
2.    Menyebarluaskan ilmu membaca Al-Qur’an.
3. Memberi peringatan kembali kepada guru ngaji agar lebih berhati-hati dalam mengajarkan Al-Qur’an.
4.    Meningkatkan kualitas pendidikan Al-Qur’an.

Sedangkan target operasionalnya adalah sebagai berikut:
1.   Dapat membaca Al-Qur’an dengan tarti meliputi:  Makhroj dan sifat huruf sebaik mungkin.
2.      Mampu membaca Al-Qur’an dengan bacaan tajwid.
3.      Mengenal bacaan ghorib dalam praktek.
4.      Mengerti sholat, dalam arti bacaan dalam praktek sholat.
5.      Hafal beberapa hadist dan surat pendek.
6.       Hafal beberapa do’a.
7.       Dapat menulis huruf Arab.

Target penggunaannya
1.         untuk anak-anak pra sekolah TK (usia 4-6 tahun)
2.        untuk remaja
3.        orang dewasa.

Pendekatan dan Prinsip pembelajaran qiraati
Adapun prinsip pembelajarannya di bagi dua yaitu yang dipegang oleh  guru dan yang dipegang oleh santri. Prinsip yang dipengang guru adalah Ti-Wa-Gas (teliti, waspada, dan Tegas).
a.      Teliti adalah dalam menyampaikan semua materi pelajaran
b.   Waspada adalah terhadap bacaan santri yakni, bisa mengkoodinasikan antara mata,  telinga, lisan dan hati.
c.      Tegas adalah disiplin dan bijaksana terhadap kemampuan santri.

Sedangkan yang dipegang santri adalah menggunakan sistem cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lancar, cepat, tepat, dan benar (LCTB) ( Nur Shodiq Achrom, 1996:18)
a.      CBSA+M : Cara Belajar Santri Aktif dan Mandiri
b.  Santri dituntut keaktifan, kosentrasi dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya tentang bacaan Al-Qur’annya. Sedangkan ustadz-ustadzah sebagai pembimbing, monivator dan evaluator saja.
c.  Menurut Zuhairini fenomena adanya CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) perlu dipertimbangkan untuk lebih mengembangkan potensi-potensi siswa secara individual. Dalam hal ini guru bertugas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa secara aktif. Untuk itu dalam CBSA diharapkan yang aktif tidak hanya siswanya tetapi juga gurunya.
d.      LCTB : Lancar Tepat Cepat dan Benar
Lancar artinya bacaannya tidak ada yang mengulangulang.
Cepat artinya bacaannya tidak ada yang putus-putus atau mengeja.
Tepat artinya dapat membunyikan sesuai denganbacaan an dapat membedakan  antara bacaan yang satu dengan laiannnya.
Benar artinya hukum-hukum bacaan tidak ada yang salah.

Dalam metode ini dikenal beberapa bentuk dalam pelaksanaannya, yaitu:
a.      Sorogan, individual atau privat. Dalam bentuk ini santri bergiliran satu persatu untuk mendapatkan pelajaran membaca dari ustadz. (berdasarkan kemampuan siswa yang ada yang 2,3 atau 4 halaman).
b.      Klasikal- individual Sebagian waktu dipergunakan untuk menerangkan pokok pelajaran, sekedar satu atau dua halaman dan seterusnya. Sedangkan membacanya sangat ditekankan, kemudian di nilai prestasinya pada lembar data.
c.    Klasikal baca simak.Dalam bentuk ini guru menerangkan bentuk pelajaran (klasikal) kemudian siswa di tes satu persatu dan di simak oleh semua siswa, kemudian dilanjutkan pelajaran berikutnya dengan cara yang sama sampai pelajaran selesai.
 
   Untuk sorogan dapat diterapkan pada kelas yang terdiri dari jilid untuk satu kelas. Sedangkan klasikal-individual dan klasikal baca simak hanya bisa diterapkan untuk kelas yang hanya terdiri dari satu jilid saja. Untuk klasikal baca simak hanya berlaku pada jilid 3 sampai 6.

Langkah-langkah penerapan metode qiraati
Metode Penyampaian Qiroati
1.  Praktis Artinya : langsung (tidak dieja)
    Contoh : أَ بَ baca, A-BA (bukan Alif fatha A, Ba fatha BA), dan dibaca pendek. Jangan di baca panjang Aa Baa, atau Aa Ba atau, A Baa

2.  Sederhana
    Artinya : kalimat yang dipakai menerangkan diusahakan sederhana asal dapat difahami, cukup memperhatikan bentuk hurufnya saja, jangan menggunakan keterangan yang teoritis/devinitif. Cukup katakan : Perhatikan ini ! بَ Bunyinya = BA Cukup katakan : Perhatikan titiknya !. ini BA, ini TA, dan ini TSA. Dalam mengajarkan pelajaran gandeng, jangan mengatakan : “ini huruf didepan, ditengah atau dibelakang”, contohnya seperti : ممَ / هه Cukup katakan : semua sama bunyinya, bentuknya memang macam-macam.Yang penting dalam mengajarkan Qiroaty adalah bagaimana anak biasa membaca dengan benar. Bukan masalah otak-atik tulisan, oleh karena itu disini tidak diterangkan tentang huruf yang bisa di gandeng dan yang tidak. Sederhana saja !

3.  Sedikit Demi Sedikit, Tidak Menambah Sebelum Bisa Lancar
   Mengajar Qiroati tidak boleh terburu-buru, ajarkan sedikit demi sedikit asal benar, jangan menambah pelajaran baru sebelum bisa dengan lancar, bacaan terputus-putus. Guru yang kelewat tolenransi terhadap anak degan mengabaikan disiplin petunjuk ini akibatnya akan berantakan, sebab pelajaran yang tertumpuk dibelakag menjadai beban bagi anak, ia justru bingung dan kehilangan gairah belajar. Jika disuruh mengulang dari awal jelas tidak mungkin, ia akan malu, dan akhirnya ia akan enggan pergi belajar. Guru yang disiplin dalam menaikkan pelajaran hasilnya akan menyenangkan anak itu senduiri, semakin tinggi jilidnya semakin senang, karena ia yakin akan kemampuannya, dan insyaallah akan tambah semangat menuntaskan pelajarannya. Disiplin ini memang mengundang reaksi besar baik dari santri maupun dari wali santri, oleh karenanya guru dituntutdapat berpegang teguh, tidak kehilangan cara dengan mengorbankan disiplin tersebut. Disinilah perlu adanya seni mengajar itu.

4.  Merangsang Murid Untuk Saling Berpacu
   Setelah kita semua tau mengajarkan Qiroaty tidak boleh menambah pelajaran baru sebelum bisa membaca dengan benar dan cepat, maka cara yang tepat adalah menciptakan suasana kompetisi dan persaingan sehat dalam kelas, cara ini insya Allah akan memacu semangat dan mencerdaskan anak. KH. Daahlan telah merintis agar terjadi suasana ini dalam sekolah dengan terbaginya buku Qiroaty dalam bentuk berjilid, karena secara otomatis setiap anak naik jilid semangat dan gairah ikut kembali baru pula. Kenaikan kelas sebaikya diadakan beberapa bulan sekali dengan menggunakan standar pencapaian pelajaran Qiroaty, karena dengan demikian anak yang tertinggal dalam kelas akan malu dengan sendirinya.

5.  Tidak Menuntun Untuk Membaca
   Seorang guru cukup menerangkan dan membaca berulang-ulang pokok bahasan pada setiap babnya sampai anak mampu membaca sendiri tanpa dituntun latihan di bawahnya. Metode ini bertujuan agar anak faham terhadap pelajrannya, tidak sekedar hafal. Karena itu guru ketika mengetes kemampuan anak boleh dengan cara melompat-lompat, tidak urut mengikuti baris tulisan yang ada. Apabila dengan sangat terpaksa guru harus dengan menuntun, maka dibolehkan dalam batas 1 sampai 2 kata saja. Metode ini pada awal dekade 1980 an, oleh kalangan pendidikan dikenal dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).

6.  Waspada Terhadap Bacaan Yang Salah
   Anak lupa terhadap pelajaran yang lalu itu soal biasa dan wajar, anak lupa dan guru diam itulah yang tidak wajar. Terlalu sering anak membaca salah saat ada guru dan gurunya diam saja, maka bacaan salah itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar itulah bibit dari salah kaprah. Maka agar ini tidak terus menerus terjadi dalam bacaan Al-Qur’an, maka harus waspada setiap ada anak baca salah tegur langsung, jangan menunggu sampai bacaan berhenti. Kewaspadaan inilah cara satu-satunya memberatas salah kaprah itu. Keberhasilan guru mengajar tertil dan fashih adalah tergantug pada peka atau tidaknya guru mendengar anak baca salah.

7.  Driil (bisa karena biasa)
   Metode drill banyak tersirat pada buku Qiroaty, adapun yang secara khusus menggunakan metode ini adalah pada pelajaran : Ghorib Ilmu Tajwid, dan Hafalan-hafalan Biarpun tanpa ada kewajiban menghafal di rumah, insyaallah dengan metode drill ini semua pelajaran hafalan akan hafal dengan sendirinya. Selain metode diatas agar proses belajar mengajar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka harus memakai strategi mengajar. Dalam mengajar al-qur’an dikenal beberapa macam strategi.

Strategi mengajar secara umum (global)
1.     Individual atau privat: Santri bergiliran membaca satu persatu, satu atau dua halaman sesuai dengan kemampuannya
2.  Klasikal-individual: sebagian waktu digunakan guru untuk menerangkan pokokpokok pelajaran secara klasikal sekedar 2 atau 3 halaman.
      
Strategi mengajar secara khusus (detail)
    Agar kegiatan belajar mengajar Al-qaur’an dapat berjalan dengan baik sehingga tercapai keberhasilan yang maksimal maka perlu diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Guru harus menekan kelas, dengan memberi pandangan menyeluruh terhadap semua santri sampai semuanya tenang, kemudian mengucapkan salam dan membaca do’a iftitah.
b. Pelaksanaan pelajaran selama satu jam ditambah 15 menit untuk variasi (do’a-do’a harian, bacaan sholat, do’a ikhtitam atau hafalan-hafalan lainnya).
c.    Usahakan setiap anak mendapat kesempatan membaca satu persatu.
d. Wawasan dan kecakapan anak harus senantiasa dikembangkan dengan sarana dan prasarana yang ada.
e.  Perhatian guru hendaknya menyeluruh, baik pada anak yang maju membaca maupun yang lainnya
f.  Penghayatan terhadap jiwa dan karakter anak sangat penting agar anak tertarik dan bersemangat untuk memperhatikan pelajaran. Jika ada yang diam terus dan tidak mau membaca maka guru harus tetap membujuknya dengan sedikit pujian.
g.   Motivasi berupa himbauan dan pujian sangat penting bagi anak, terutama anak Pra TK. Anak jangan selalu dimarahi, diancam atau ditakut-takuti. Tapi kadang kala perlu dipuji dengan kata-kata manis, didekati serta ucapan dan pendapatnya ditanggapi dengan baik.
h.  Guru senantiasa menanti kritik yang sifatnya membangun demi meningkatkan mutu TKQ. Jangan cepat merasa puas.
i.     Jaga mutu pendidikan dengan melatih anak semaksimal mungkin.
j.     Idealnya untuk masing-masing kelas/jilid terdiri dari :
k.    Pra Taman Kanak-kanak : 10 anak
l.      Jilid : 15 anak
m.   Jilid II – Al-Qur’an : 20 anak Masing-masing dengan seorang guru.
n.    Agar lebih mudah dalam mengajar, sebaiknya disediakan alat -alat
o.  peraga dan administrasi belajar mengajar di dalam kelas, antara lain : Buku Data Siswa, Buku Absensi Siswa, Kartu/Catatan Prestasi Siswa (dipegang siswa), Dan lain-lain.